Kamis, 06 Mei 2010

Osmoregulasi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisiologi dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi mekanisme, dan cara kerja dari organ, jaringan, dan sel-sel organisme. Fisiologi mencoba menerangkan faktor-faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi seluruh proses kehidupan. Tiap-tiap jenis kehidupan, mulai dari makhluk hidup sederhana seperti virus yang bersel satu sampai manusia yang mempunyai susunan sel yang lebih rumit, mempunyai sifat-sifat fungsional tersendiri. Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Fisiologi ikan dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi kegiatan kehidupan zat hidup (organ, jaringan, atau sel) dan fenomena fisika dan kimia yang mempengaruhi seluruh proses kehidupan ikan (Fujaya, 2004).

Hal yang menarik dan harus dihadapi oleh ikan dalam menyesuaikan hidupnya terhadap lingkungan adalah pengaturan keseimbangan antara air dan garam dalam jaringan tubuhnya. Oleh karena itu dalam upaya beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka hidup, ia harus mengatur keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya agar tidak kekurangan atau kelebihan air. Pengaturan terhadap tekanan osmotik cairan tubuh yang relatif konstan adalah hal yang dibutuhkan ikan agar proses fisiologi di dalam tubuhnya berjalan normal. Pengaturan tersebut disebut dengan Osmoregulasi. Organ yang berperan dalam proses osmoregulasi adalah ginjal, Insang, kulit, membran mulut dan beberapa organ khusus yang digunakan dengan berbagai cara (Burhanuddin, 2008).

Pergerakan air melalui membran selektif permiabel biasa disebut osmosis. Hal itu terjadi ketika dua larutan mempunyai perbedaan konsentrasi total larutan atau osmolality. Hewan yang memelihara keseimbangan antara cairan tubuh dengan keadaan lingkungan sekitar disebut osmoconfer (Mulbianto, 1991).

Organisme perairan harus melakukan osmoregulasi karena : Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan; Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat; Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi. Karena perbedaan proses osmoregulasi pada beberapa golongan ikan, maka struktur organ-organ osmoregulasinya juga kadang berbeda. Beberapa organ yang berperanan dalam proses osmoregulasi ikan, antara lain insang, ginjal, dan usus. Organ-organ ini melakukan fungsi adaptasi di bawah kontrol hormon osmoregulasi, terutama hormon-hormon yang disekresi oleh pituitari, ginjal, dan urofisis (Fujaya, 2004).

Osmoregulasi yang terjadi pada ikan air laut dan ikan air tawar yang ditempatkan pada salinitas yang berbeda-beda perlu dilakukan untuk melihat mekanisme tertentu pada organisme bagaimanan agar dapat bertahan hidup pada kondisi tertentu dengan salinitas yang berbeda dari lingkungannya (Kusrini, 2007).

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengamati pengaruh salinitas yang berbeda terhadap proses osmoregulasi pada organisme ikan air tawar dan ikan air laut.

Kegunaan dari praktikum ini yaitu agar dapat mengetahui reaksi suatu organisme perairan terhadap pengaruh salinitas serta cara beradaptasi pada lingkungan tersebut.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Ikan

D:\My Documents\KIMIE ICHIMONJI\aver.air\Paling New\lele.jpg

Gambar 1. Morfologi Ikan Lele Dumbo . (Clarias gariepinus)

Menurut Sanin (1984) dan Simanjuntak (1989) dalam Rustidja (2004) klasifikasi ikan lele dumbo adalah sebagai brikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub Class : Teleostei

Ordo : Ostariophysoidei

Sub Ordo : Siluroidea

Family : Claridae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Menurut Najiyati (1992), dalam Rustidja (1997) bentuk luar ikan lele dumbo yaitu memanjang, bentuk kepala pipih dan tidak bersisik. Mempunyai sungut yang memenjang yang terletak di seitar kepala sebagai alat peraba ikan. Mempunyai alat olfactory yang terletak berdekatan dengan sungut hidung . Penglihatannya kurang berfungsi dengan baik. Ikan lele dumbo mempuyai 5 sirip yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, dan sirip dubur. Pada sirip dada jari-jarinya mengeras yang berfungsi sebagai patil, tetapi pada lele dumbo lemah dan tidak beracun. Insang berukuran kecil, sehingga kesulitan jika bernafas. Selain brnafas dengan insang juga mempunyai alat pernafasan tambahan (arborencent) yang terletak padainsang bagian atas.

Sebagaimna halnya ikan dari jenis lele, lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Mulut lele dumbo relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat peraba. Saat berfungsi sebagai alat peraba saat bargerak atau mencari makan (Khairuman, 2005).

Menurut Puspowardoyo (2003), memiliki patil tidak tajam dan giginya tumpul. Sungut lele dumbo relatif panjang dan tampak labih kuat dari pada lele lokal. Kulit dadanya terletak bercak-bercak kelabu seperti jamur kullit manusia (panu). Kepala dan punggungnya gelap kehitam-hitaman atau kecoklat-coklatan. Lele dumbo memiliki sifat tenang dan tidak mudah berontak saat disentuh atau dipegang. Penampilannya kalem dan tidak banyak bergerak. Lele dumbo suka meloncat bila tidak merasa aman.

Pada lele, menurut Najiyati (1992), alat pernapaasan tambahan terletak di bagian kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Mulutnya terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu 1 pasang sungut hidung, 1 pasang sungut maksilan (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang.

Lele dumbo mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tergenang air. Bila sudah dewasa, lele dumbo dapat beradaptasi pula pada lingkungan perairan yang mengalir. Parameter kualitas air yang disukai oleh lele dumbo adalah brsuhu sedang (22–25 0C), keasaman (pH) normal (6,5-7,5) kandungan oksigen cukup.

Menurut Najiyati (1992), lele dumbo termasuk ikan air tawar yang menyukai genangan air yang tidak tenang. Di sungai-sungai, ikan ini lebih banyak dijumpai di tempat-tempat yang aliran airnya tidak terlalu deras. Kondisi yang ideal bagi hidup lele dumbo adalah air yang mempunyai pH 6,5-9 dan bersuhu 24–26 0C. Kandungan O2 yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung dalam jaringan tubuhnya. Sebaliknya penurunan kandungan O2 secara tiba-tiba, dapat menyebabkan kematiannya.

Ciri-ciri ikan lele jantan yang matang gonad adalah proporsi kepala jantan lebih kecil di banding dengan betina, warna kulit dada jantan lebih kusam di banding betina, kelamin jantan menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dengan warna kemerahan, gerakan induk jantan lebih lincah di banding ikan lele betina, seta kulit jantan yang lebih halus di banding betina, serta pada jantan akan muncul bintik-bintik kecil di sekitar sirip dorsal (Anonymous, 2007).

Ciri-ciri betina matang gonad adalah kepalanya lebih besar di banding induk lele jantan, warna kulit dada cerah, kelamin berbentk oval atau bulat dengan warna kemerahan, lubangnya agak lebar, letaknya di belakang anus, gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak gembung dan lunak bila di urut dari bagian perut ke arah ekor indukan betina akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan berupa sel ovum (Anonymous, 2007).


D:\My Documents\tn_Pesch_m0.jpg

Gambar 1. Morfologi Ikan Glodok (P. schlosseri)

Menurut Anugerah (2004) klasifikasi ikan gelodok adalah sebagai brikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Family : Gobiidae

Subfamili : Oxudercinae

Genus : Periophthalmodon

Spesies : Periophthalmodon schlosseri

Ikan gelodok bisa merangkak naik ke darat atau bertengger pada akar-akar pohon bakau. Itulah kemampuan luar biasa ikan gelodok atau biasa disebut ikan tembakul. Ikan ini hidup di zona pasang surut di lumpur pantai yang ada pohon-pohon bakaunya. Ia telah menyesuaikan diri hidup di darat meskipun belum sepenuhnya. Matanya besar dan mencuat keluar dari kepalanya. Kalau berenang, matanya biasa berada di atas air. Sirip dadanya paa bagian pangkal berotot, dan sirip ini bisa diteguk hingga berfungsi seperti lengan yang dapat digunakan untuk merangkak atau melompat di atas lumpur.

Ikan gelodok biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon bakaunya. Bila air surut ikan gelodok banyak terlihat keluar dari air, merangkak atauu melompat-lompat di atas lumpur. Dan jika air pasang ia masuk ke dalam hutan bakau, baru turun kembali ke lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia bersembunyi dalam lubang-lubang sarangnya. Toleransinya sangat besar terhadap perubahan salinitas. Sirip dada dan ekornya di gunakan sebagai alat gerak di darat. Sirip perutnya yang menyatu berfungsi sebagai alat pengisap untuk berpegang.

Pernapasan pada ikan gelodok adalah dengan insang tetapi telah disesuaikan untuk bisa digunakan di darat. Ini dilakukan dengan memerangkap air di rongga insang dengan cara menutup rapat mulut dan tutup insang. Ia bisa berada lama di darat selama air di bawahnya masih mengandung oksigen. Kalau oksigennya habis ia harus segera mencari air segar lagi dan proses yang sama terulang lagi. Selain dengan insang, ikan gelodok juga mempunyai kulit yang banyak sekali saluran-saluran darahnya hingga diduga pengambilan oksigen lewat kulit bisa pula terjadi. Dalam keadaan terpaksa gelodok mampu berada di luar air sampai beberaa jam.

Jika merasa terancam bahaya, gelodok umumnya segera menceburkan diri ke dalam lair atau bersembunyi ke dalam lubang sarangnya. Makanan ikan gelodok terdiri dari berbagai ragam hewan, baik yang hidup di darat maupun di air. Meskipun ia tergolong karnivora tetapi dalam isi perutnya kadang-kadang terdapat juga potongan-potongan daun.

B. Osmoregulasi

Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis berjalan normal. Ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan ini disebut osmoregulasi (Rahardjo, 1980).

Proses osmoregulasi yang terjadi adalah pengaturan konsentrasi ion-ion bukan konsentrasi cairan tubuh, dimana proses ini juga membutuhkan energi. Bila ikan air tawar dimasukkan dalam medium air laut maka yang akan terjadi adalah pemasukan air dalam tubuh ikan dari medium dan juga berusaha mengeluarkan sebagian garam-garam dari dalam tubuhnya. Bila ikan tidak dapat melakukan proses ini, maka sel-sel ikan akan pecah (turgor) dan jika terjadi sebaliknya ikan akan kekurangan cairan atau biasa disebut dehidrasi (Soeseno, 1997).

Proses osmosis terjadi pada sel hidup di alam. Perubahan bentuk sel terjadi jika terdapat pada larutan yang berbeda. Sel yang terletak pada larutan isotonik, maka volumenya akan konstan. Dalam hal ini, sel akan mendapat dan kehilangan air yang sama. Banyak hewan-hewan laut cairan selnya bersifat isotonik dengan lingkungannya. Jika sel terdapat pada larutan yang hipotonik, maka sel tersebut akan mendapatkan banyak air, sehingga bisa menyebabkan lisis (pada sel hewan), atau turgiditas tinggi (pada sel tumbuhan). Sebaliknya, jika sel berada pada larutan hipertonik, maka sel banyak kehilangan molekul air, sehingga sel menjadi kecil dan dapat menyebabkan kematian. Pada hewan, untuk bisa bertahan dalam lingkungan yang hipotonik atau hipertonik, maka diperlukan pengaturan keseimbangan air, yaitu dalam proses osmoregulasi (Marshall dan Grosell, 2006).

Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik, hipotonik atau isotonik tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media hidupnya. Perbedaan tersebut dapat dijadikan sebagai strategi dalam menangani komposisi cairan ekstraselular dalam tubuh ikan. Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya dapat terjadi dengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama sekali. Kelebihan air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan membuangnya dalam bentuk urin. Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi. Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin, memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media (isoosmotik), namun karana kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses ormoregulasi seperti halnya ikan potadrom dan oseanodrom tetap terjadi (Kaneko, dkk., 2002).

Karena tekanan osmosis air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh ikan maka air akan mengalir dari dalam tubuh ikan ke lingkungannya melalui difusi melewati ginjal dan mungkin juga kulit, sebaliknya garam-garam akan masuk ke dalam tubuh juga melalui proses difusi, karenanya ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi garam antara tubuh dan lingkungan dengan cara memperbanyak minum air laut (Fujaya, 1999).

Secara umum kulit ikan merupakan lapisan kedap, sehingga garam di dalam tubuhya tidak mudah “bocor” ke dalam air. Satu-satunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah insang. Air secara terus-menerus masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang. Proses ini secara pasif berlangsung melalui suatu proses osmosis yaitu terjadi sebagai akibat dari kadar garam dalam tubuh ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya. Sebaliknya, garam akan cenderung keluar. Dalam keadaan normal proses ini berlangsung secara seimbang. Peristiwa pengaturan proses osmosis dalam tubuh ikan ini dikenal dengan sebutan osmoregulasi. Tujuan utama osmoregulasi adalah untuk mengontrol konsentrasi larutan dalam tubuh ikan. Apabila ikan tidak mampu mengontrol proses osmosis yang terjadi, ikan yang bersangkutan akan mati, karena akan terjadi ketidakseimbangan konsentrasi larutan tubuh yang akan berada di luar batas toleransinya (Takeuchi, dkk., 2003).

Ada tiga pola regulasi ion dan air, yakni : (1) Regulasi hipertonik atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada potadrom (ikan air tawar). Teleostei potadrom bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air bergerak masuk ke dalam tubuh dan ion-ion ke luar lingkungan dengan cara difusi. Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya, teleostei potadrom berosmoregulasi dengan cara minum sedikit atau tidak minum sama sekali; (2) Regulasi hipotonik atau hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, misalnya pada oseandrom (ikan air laut). tekanan osmose air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh, sehingga secara alami air akan mengalir dari dalam tubuh teleostei oseanodrom ke lingkungannya secara osmose melewati ginjal, insang, dan mungkin juga kulit. Sebaliknya garam-garam akan masuk ke dalam tubuh melalui proses difusi. Untuk mempertahankan konsentrasi garam dan air dalam tubuh, teleostei oseanodrom memperbanyak minum air laut dan melakukan osmoregulasi; (3) Regulasi isotonik atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang hidup pada daerah estuari. Organ-organ yang berperan dan berfungsi pada proses osmoregulasi yaitu : (1) Insang, pada insang sel-sel yang berperan dalam osmoregulasi adalah sel-sel chloride yang terletak pada dasar lembaran-lembaran insang. Studi mengenai fungsi dan biokimiawi insang teleostei mengindikasikan bahwa insang teleostei merupakan pompa ion untuk chloride (Clˉ), sodium (Na+) dan potassium (K+). Ion Na+ dibutuhkan dalam proses pemompaan NH4+ dan H+ dari dalam tubuh ikan ke lingkungannya. Perubahan ion pada sel-sel chloride oseanodrom berbeda dengan potadrom. Perbedaan utama yaitu bahwa Na+, NH4+, Clˉ dan HCO3ˉ semuanya bergerak ke luar pada oseandrom, sedangkan pada potadrom Na+ dan Clˉ, keduanya masuk dan keluar yang disebabkan oleh suatu perubahan difusi; (2) Ginjal, melakukan dua fungsi utama: pertama, mengekskresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh, dan kedua, mengatur konsentrasi cairan tubuh. Pada teleostei oseanodrom, konsentrasi darahnya lebih rendah dibanding lingkungannya, menyebabkan cairan tubuh hilang akibat difusi keluar tubuh melalui insang, ginjal, dan mungkin juga kulit. Untuk menjaga agar cairan dalam tubuh tetap normal maka hanya sedikit plasma yang disaring oleh ginjal. Akibatnya, produksi urin sedikit namun lebih kental dibanding urin potadrom. Karena ginjal kurang berperan dalam osmoregulasi, maka ginjal beberapa teleotei oseanodrom seringkali memiliki tubulus yang tidak sempurna. Sebaliknya, ginjal potadrom memegang peranan sangat besar dalam osmoregulasi. Karena potadrom memiliki konsentrasi cairan tubuh lebih tinggi dibanding lingkungannya, maka air masuk ke dalam tubuh secara difusi sehingga darah menjadi lebih encer. Untuk menjaga konsentrasi cairan tubuh tetap stabil, maka aktivitas ginjal dalam penyaringan akan meningkat menjadi sekitar 10 kali sehingga urin lebih banyak mengandung air; (3) Usus, Meminum air laut adalah sumber utama air pada teleostei oseanodrom untuk mengembalikan air yang hilang melalui difusi insang, ginjal, dan mungkin pula melalui kulit. Setelah air masuk ke dalam usus, dinding usus aktif mengambil ion-ion monovalen (Na+, K+, dan Clˉ) dan air, sebaliknya membiarkan lebih banyak ion-ion divalen (Mg++, Ca++, SO4ˉ) tetap di dalam usus sebagai cairan rektal agar osmolaritas usus sama dengan darah. Hal ini penting dilakukan untuk menghindarkan air yang telah diserap usus kembali ke dalam rektal. Pada potadrom, proses meminum juga tetap terjadi, meskipun air secara osmosis masuk ke dalam tubuh, namun jumlahnya sedikit. Proses minum ini dibutuhkan oleh usus untuk mengambil kembali ion-ion yang hilang melalui difusi dan juga melalui urin. Sebagaimana fungsi tubuh yang lain, keterlibatan beberapa organ osmoregulasi di atur oleh hormon. Kelenjar endoktrin yang bertanggung jawab terhadap proses osmoregulasi antara pituitari, ginjal, dan urophisis, melalui aksi beberapa hormonnya (Fujaya, 2004).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 30 April 2010, pada pukul 13.30 Wita sampai selesai dan bertempat di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Osmoregulasi ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini, yaitu sebagai berikut :

Tabel 1. Alat-alat dan Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Osmoregulasi

No.

Nama Alat dan Bahan

Kegunaan

A.

Alat-alat :


1.

Toples Besar

Wadah air laut dan organisme ikan.

2.

Refraktometer

Mengukur kadar garam (salinitas) air laut.

3.

Saringan Teh

Menyaring organisme ikan.

B.

Bahan-bahan :


1.

Air Laut

Bahan uji salinitas.

2.

Air Tawar

Bahan uji.

3.

Ikan Lele

Organisme yang diamati.

4.

Ikan Gelodok

Organisme yang diamati.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan 4 buah wadah (toples) yang bersih.

2. Masukkan masing-masing air laut dan tawar ke dalam toples yang berbeda.

3. Masukkan secara perlahan-lahan 2 ekor hewan uju ke dalam tiap toples yang memiliki salinitas air yang berbeda.

4. Turunkan dan naikkan salinitas air tersebut dengan selang waktu tertentu.

5. Amati perubahan-perubahan yang terjadi dan catat selang waktu 10 menit (morfologi, pergerakan tubuh, dan aktifitas ikan).

6. Mencatat hasil pengamatan dan buat kesimpulan.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel 2. Pengamatan osmoregulasi pada ikan lele (Clarias batrachus)

Jenis Organisme

Pengamatan

Keadaan/tingkah laku organisme

10‰

15‰

20‰


0 menit


- Diam

- Pergerakannya naik turun

- Sirip perut, sirip dada dan sirip ekor bergerak aktif

- Banyak minum

- Sungutnya kadang bergerak, kadang tidak


Ikan lele

15 menit


- Sedikit minum

- Banyak bergerak

- Sirip perut, sirip dada dan sirip ekor bergerak aktif

- Sungutnya bergerak

- Operkulum lambat



30 menit


- Pergerakannya sering naik ke permukaan untuk mengambil O2

- Operkulum mulai merah

- Pergerakan lambat

- Sirip perut, sirip dada dan sirip ekor bergerak lambat

- Sungutnya bergerak



45 menit


- Banyak diam

- Sirip perut, sirip dada dan sirip ekor bergerak semakin lambat

- Operkulum lambat

- Sungut tidak bergerak



60 menit


- Pergerakannya sering naik ke permukaan untuk mengambil O2

- Sungut tidak bergerak

- Pergerakannya naik turun


Tabel 3. Pengamatan osmoregulasi pada ikan gelodok (Periophthalmodon schlosseri)

Jenis Organisme

Pengamatan

Keadaan/tingkah laku organisme

10‰

15‰

20‰


0 menit

- Ikan banyak minum

- Banyak bergerak

- Operkulum buka tutup sangat cepat

- Sirip ekor bergerak cepat

- Kadang naik ke permukaan


- Ikan banyak bergerak

- Banyak minum

- Operkulum lebih sering terbuka

- Sirip dada dan sirip ekor bergerak cepat

- Sesekali naik ke permukaan

Ikan mas

15 menit

- Pergerakan mulai lambat

- Operkulum bergerak lambat

- Pergerakan ekor mulai lambat

- Kadang naik ke permukaan


- Operkulum buku tutup dengan lambat

- Pergerakan ekor lambat

- Lebih sering dipermukaan dibanding didasar

- Banyak minum

- Diam


30 menit

- Pergerakan lambat

- Kadang naik ke permukaan

- Pergerakan operkulum mulai lambat


- Tidak melakukan pergerakan

- Operkulum buka tutup dengan lambat

- Pada menit ke 37 ikan ini mati


45 menit

- Pergerakan lambat

- Kadang naik ke permukaan




60 menit

- Pergerakan semakin lambat

- Kadang naik ke permukaan




B. Pembahasan

Tekanan osmotik pada cairan tubuh ikan tergantung pada jumlah mineral dan bahan organik yang terkandung di dalamnya. Pada semua ikan yang hidup di air tawar memiliki cairan tubuh yang tekanan osmotiknya lebih besar (hipersomatik) dari pada lingkungannya. Keadaan ini menyebabkan air cenderung masuk ke dalam tubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermiabel. Bila hal ini tidak terkendalikan atau terimbangi, difusi akan mendorong keluarnya garam-garam tubuh dan terjadi pengenceran cairan tubuh sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh tidak berjalan normal.

Sisik tebal dan sejumlah jaringan pengikat dalam kulit pada ikan membantu dalam mencegah difusi. Namun, Insang menyediakan suatu permukaan yang luas bagi difusi air, dengan demikian tidak ada cara yang sempurna untuk dapat menahan air sehingga air haruslah dikeluarkan dari tubuh dengan berbagai cara. Untuk ikan bertulang sejati, jelaslah bahwa sebagian besar air yang terabsorbsi masuk melalui insang. Ginjal akan memompa ke luar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Glomerulus sebagai penyaring mempunyai jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya. Dara dari aorta dorsalis menuju ginjal melalui arteri renalis, dimana ia akan melalui pembuluh kapiler glomerulus dan kemudian melalui kapiler sekeliling tubuli ginjal sebelum meninggalkan lewat vena renalis. Darah dari vena renal portal bergabung dengan jaringan kapiler yang mengelilingi tubuli ginjal. Glomerulus merupakan filter yang meloloskan plasma darah yang mengandung bahan tersebut melewati ruang yang terletak diantara dinding-dinding kapsul Bouwman dan kemudian menuju tubuli ginjal. Sel darah dan molekul besar seperti protein tidak dapat melewati penyaring.

Ketika cairan dari badan Malphigi memasuki dan melewati tubuli ginjal, beberapa substansi diserap pada bagian-bagian tertentu. Glukosa diserap kembali pada tubuli proksimalis, dan garam-garam diserap kembali pada tubuli distalis. Dinding di tubuli ginjal tersebut bersifat impermiable terhadap air. Air seni yang dikeluarkan ikan sangat encer dan mengandung sejumlah kecil senyawa nitrogen seperti asam urikat, kreatin, kreatinin, dan amonia. Meskipun air seni mengandung sedikit garam, keluarnya air yang melimpah menyebabkan jumlah kehilangan garam cukup berarti. Garam-garam juga hilang karena difusi dari tubuh. Kehilangan garam ini diimbangi oleh garam-garam yang terdapat pada makanan, dan perserapan yang aktif melalui insang.

Pada golongan ikan Teleostei terdapat kantung air seni yang dindingnya impermiabel terhadap air untuk menampung air seni. Di tempat ini dilakukan penyerapan kembali terhadap ion-ion. Air tubuh ikan Teleostei tawar menyusun kira-kira 70-75 persen bobot tubuh. Sedangkan air dikeluarkan sebagian besar lewat ginjal. Air seni yang dikeluarkan bervariasi dengan spesies, suhu dan lain-lain, tetapi banyak penelitian menunjukkan antara 50-150 ml/kg/hari.

Pada ikan air laut hidup pada lingkungan hipersomatik terhadap jaringan dan cairan tubuhnya, sehingga ikan laut cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang serta kemasukan garam-garam. Beberapa spesies kehilangan 30 – 60 persen air yang terambil pada proses osmose. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan "minum" air laut, yang kemudian diserap melalui saluran pencernaan. Akibatnya adalah meningkatnya kandungan garam dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini. Untuk itu kelebihan garam harus dihilangkan. Banyaknya air minum bervariasi dengan spesies dan salinitas. Semakin tinggi salinitas, maka semakin cepat laju minum. Ikan laut umumnya meminum 7 – 35 persen bobot tubuhnya per hari. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk menahan air, maka volume air seni tereduksi sangat besar dibandingkan dengan ikan air tawar. Tubuli ginjal tampaknya mampu berfungsi sebagai penahan air, seperti pada family Cottidae, filtrat glomerular mempunyai volume lima kali volume air seni yang akhirnya dikeluarkan dari tubuh. Jumlah glomerulus pada ikan air tawar lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil bahkan pada beberapa spesies ikan, tidak memiliki glomerulus, misalnya pada family Sygnathidae, Tetradonthidae, dan Scorpaenidae.

Lebih 90 persen hasil buangan nitrogen dieliminir melalui insang, sebagian besar berupa amonia dan sejumlah kecil urea. Meskipun demikian air seni masih mengandung sedikit senyawa tersebut. Air seni Osteichthyes mengandung kreatin, kreatinin, beberapa senyawa nitrogen yang belum diidentifikasi dan trimetilamin oksida (TMAO).

Tekanan osmotik pada golongan ikan Elasmobranchii seperti cucut dan pari umumnya lebih besar daripada lingkungannya. Namun tekanan osmotik cairan tubuhnya sebagian besar tidak disebabkan oleh garam-garam melainkan oleh tingginya kadar urea dan trimetilamin oksida (TMAO) dalam tubuh.

Golongan ikan ini cenderung menerima air lewat difusi yang terutama lewat insang karena cairan tubuhnya yang bersifat hipersomatik terhadap lingkungannya. Kelebihan air yang diterima dikeluarkan melalui urin untuk mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuhnya. Urea sebagai hasil akhir metabolisme nitrogen yang dihasilkan di hati disekresikan dalam jumlah yang relatif kecil melalui urin. Hasil buangan nitrogen lainnya diserap kembali pada tubuli ginjal. Penyerapan kembali terhadap urea dan TMAO dapat dilihat sebagai upaya dalam mempertahankan tekanan osmotik tubuhnya. Permukaan tubuh yang relatif impermiabel mencegah masuknya air dari lingkungan ke dalam tubuhnya.

Banyak jenis ikan yang menetas di perairan tawar seperti sungai kemudian berpindah menuju ke laut dan tinggal untuk makan dan tumbuh, serta kemudian kembali ke perairan tawar setelah dewasa untuk memijah. Kelompok ikan ini disebut kelompok ikan anadromus. Sebaliknya pada ikan kelompok katadromus yang menetas di laut akan bergerak ke perairan tawar untuk untuk makan dan tumbuh, serta kemudian kembali ke perairan laut setelah dewasa untuk memijah. Selain kedua kelompok tersebut, terdapat banyak spesies ikan lain yang mampu dan mempunyai toleransi besar terhadap perubahan salinitas sehingga mampu bergerak secara leluasa di antara perairan air tawar dan laut. Kondisi tersebut mengharuskan ikan tiga kelompok ini memiliki kemampuan mekanisme osmoregulasi yang kecepatannya bergantung kepada kecepatan perubahan habitat. Ikan diadromus umumnya melakukan perubahan progresif yang dapat mengubah penampilan fisiologis tergantung pada tahap hidupnya.

Di daerah tropis banyak ikan laut yang bergerak ke daerah estuaria, harus mampu mengubah secara mendadak dari menyimpan air menjadi mengeluarkan sebanyak mungkin air melalui ginjal dan harus mengubah dari meng-ekskresi garam yang lebih menjadi menyimpan.

Pengamatan yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu pengamatan mengenai proses osmoregulasi pada organisme ikan air tawar terhadap salinitas air laut dan ikan air laut terhadap salinitas air tawar. Osmoregulasi adalah proses pengaturan keseimbangan antara ion-ion didalam sel tubuh dengan keadaan lingkungannya. Fungsi tubuh organisme perairan dapat berjalan secara normal bila konsentrasi cairan dalam sel-sel tubuhnya sesuai dengan konsentrasi lingkungannya, (Affandi, 2005). Ikan yang digunakan adalah ikan Lele (Clarias batrachus) dan ikan Gelodok (Periophthalmodon schlosseri), ikan-ikan tersebut dimasukkan ke dalam wadah (toples) yang telah diisi air laut dengan salinitas yang berbeda-beda mulai dari 10‰, 15‰ dan 20‰ dengan jangka waktu 10 menit selama 1 jam.

Pada salinitas 10‰ ikan yang diamati adalah ikan gelodok (P. schlosseri) sebanyak 3 ekor. Pada 0 menit saat ikan dimasukkan ke dalam wadah (toples) tingkah laku ikan tersebut adalah Ikan banyak minum, banyak bergerak, operkulum buka tutup sangat cepat, sirip ekor bergerak cepat, kadang naik ke permukaan. Pada menit ke 15 pergerakan ikan mulai lambat, operkulum bergerak lambat, pergerakan ekor mulai lambat, kadang-kadang naik ke permukaan untuk mengambil O2. Pada menit ke 30 pergerakan ikan masih lambat, kadang naik ke permukaan, pergerakan operkulum mulai lambat. Pada menit ke 45 pergerakan ikan makin lambat dan kadang naik ke permukaan sedangkan pada menit ke 60 pergerakan ikan semakin lambat dibandingkan pada menit-menit sebelumnya dan kadang-kadang ikan naik ke permukaan untuk mengambil O2. Dari hasil pengamatan diatas kita dapat mengetahui bahwa ikan tersebut dapat bertahan hidup pada salinitas 10‰, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahardjo (1980), yang menyatakan bahwa osmoregulasi merupakan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis berjalan normal. Ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan ini disebut osmoregulasi.

Pada salinitas 15‰ ikan yang diamati adalah ikan Lele (C.batrachus) sebanyak 3 ekor. Pada 0 menit saat ikan dimasukkan ke dalam wadah (toples) tingkah laku ikan tersebut adalah diam, pergerakannya naik turun, sirip perut, sirip dada dan sirip ekor bergerak aktif, banyak minum, sungutnya kadang bergerak, kadang tidak. Pada menit ke 10 ikan mulai sedikit minum, banyak bergerak, sirip perut, sirip dada dan sirip ekor masih bergerak aktif, sungutnya bergerak, operkulum cepat bergerak, dan hampir 5 menit sekali mengambil oksigen ke permukaan. Pada menit ke 20 pergerakan ikan sering naik ke permukaan untuk mengambil O2, operkulum mulai merah, ikan terlihat mulai gelisah, sungutnya bergerak. Dari hasil pengamatan diatas kita dapat mengetahui bahwa ikan tersebut dapat bertahan hidup pada salinitas 15‰ yang berarti bahwa ikan tersebut dapat menyeimbangkan antara konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi lingkungannya, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeseno (1997), yang menyatakan bahwa proses osmoregulasi juga membutuhkan energi, bila ikan air tawar dimasukkan dalam lingkungan/media air laut maka yang akan terjadi adalah pemasukan air dalam tubuh ikan dari lingkungan/media dan juga berusaha mengeluarkan sebagian garam-garam dari dalam tubuhnya. Bila ikan tidak dapat melakukan proses ini, maka sel-sel ikan akan pecah (turgor) dan jika terjadi sebaliknya ikan akan kekurangan cairan atau biasa disebut dehidrasi.

Pada salinitas 20‰ ikan yang diamati adalah ikan gelodok (P. schlosseri) sebanyak 2 ekor. Pada 0 menit saat ikan dimasukkan ke dalam wadah (toples) tingkah laku ikan tersebut adalah banyak bergerak, banyak minum, operkulum lebih sering terbuka, sirip dada dan sirip ekor bergerak cepat, sesekali naik ke permukaan, dan ikan terlihat sangat gelisah. Dari hasil pengamatan diatas kita dapat mengetahui bahwa ikan tersebut tidak dapat bertahan hidup pada salinitas 20‰ yang berarti bahwa ikan tersebut tidak dapat menyeimbangkan antara konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi lingkungannya dikarenakan konsentrasi lingkungan tersebut tidak sesuai dengan konsentrasi cairan pada tubuh ikan. Fungsi organ-organ dalam tubuh ikan tersebut tidak berjalan dengan baik sehingga ikan tersebut tidak dapat melakukan proses osmoregulasi secara sempurna, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yusnaini, dkk. (2008), yang menyatakan bahwa fungsi tubuh organisme perairan dapat berjalan secara normal bila konsentrasi cairan dalam sel-sel tubuhnya sesuai dengan konsentrasi medium lingkungannya. Fungsi osmoregulasi pada organisme perairan adalah untuk mengatur tekanan osmose, untuk mengatur keseimbangan konsentrasi cairan dalam tubuh dan mengatur keseimbangan ion antara cairan dalam tubuh dengan lingkungannya.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada proses osmoregulasi maka dapat ditarik simpulan, yaitu :

1. Osmoregulasi adalah proses pengaturan keseimbangan antara ion-ion didalam sel tubuh dengan keadaan lingkungannya.

2. Salinitas yang tinggi mempengaruhi tingkat osmoregulasi pada organisme ikan.

3. Semakin jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi.

B. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah agar pada praktikum selanjutnya organisme uji (ikan) yang diamati sebaiknya ukurannya lebih besar dan lebih banyak sehingga praktikan mudah melakukan pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. dan U.M. Tang. 2005. Fisiologi Hewan Air. UNRI Press. Riau.

Anonymous, 2007. Lele (Clarias Gariepinus). www.google.com. Diakses tanggal 20 mei 2008 pukul 19.10 WIB.

Burhanuddin, A. Iqbal. 2008. Ikhtiologi Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.

Fujaya, Y. 1999. Bahan Pengajaran Fisiologi Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Kaneko, T., Shiraishi, K., Katoh, F., Hasegawa, S., dan Hiroi, J. 2002. Chloride cells during early life stages of fish and their functional differentiation. Fisheries Science 68: 1-9.

Kusrini, E. 2007. Adaptasi Fisiologis Terhadap Salinitas. http://www.naksara.net/index.php.

Marshall, W.S., dan M. Grosell. 2006. Ion transport, osmoregulation, and acid-base balance. In the Physiology of Fishes, Evans, D.H., and Claiborne, J.B. (eds.). taylor and Francis Group.

Mulbianto, E. 1991. Fisiologi Ikan. Universitas Brawijaya. Malang.

Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya. Jakarta.


Puspowardoyo, H. dan Djarijah, A. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Lele Dumbo Hemat Air. Kanisius Yogyakarta.

Rahardjo. 1980. Ichthyologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rustidja. 2004. Pembenihan Ikan-Ikan Tropis. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.

Soeseno, S. 1997. Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Kanisius. Yogyakarta.

Takeuchi, K., H. Toyohara, dan M. Sakaguchi. 2000. Effect of hyper- and hypoosmotic stress on protein in cultured epidermal cell of common carp. Fisheries Science 66: 117-123.

Yusnaini., Idris, M. Hamsah., Indriyani., Rosmawati. 2008. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Kendari.